Senin, 13 Mei 2013

makalah Ras dan masalaha kesehatan di Indonesia


BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sifat majemuk dari bangsa Indonesia, disamping merupakan kebanggaan hendaknya pula dilihat bahwa suatu negara dengan keanekaragaman suku-bangsa dan kebudayaan mengandung potensi konflik. Oleh karenanya guna menuju suatu integrasi nasional Indonesia yang kokoh, terdapat berbagai kendala yang harus diperhatikan.

Setiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat, baik suatu komunitas desa, kota, kelompok kekerabatan, atau lainnya, memiliki suatu corak yang khas, yang terutama tampak oleh orang yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri. Deskripsi dari kebudayaan dari suatu suku bangsa biasanya merupakan isi dari karangan etnografi. Namun karena ada suku bangsa yang besar dan terdiri dari berpuluhan juta penduduk, maka tidak mungkin dapat dideskripsikan semua secara terinci. Aneka ragam kebudayaan suku bangsa berhubungan dengan besar kecilnya jumlah penduduk dalam kesatuan masyarakat suku bangsa.

Perbedaan suku dan ras yang ada di Indonesia diharapkan tidak menimbulkan terjadinya diferensiasi sosial yakni pembedaan masyarakat ke dalam golongan-golongan atau kelompok-kelompok secar horizontal, atau sejajar atau sederajat (tidak bertingkat), seperti perbedaan jenis kelamin, suku, agama, ras, profesi, dan lain-lain. Secara horizontal masyarakat ditandai oleh adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan suku bangsa, perbedaan agama, ras, profesi, adat, dan perbedaan kedaerahan. Diferensiasi sosial ini yang menyebabkan munculnya diskriminasi sosial sehingga memunculkan golongan masyarakat minoritas.

Kebudayaan yang dianut oleh setiap suku di berbagai pulau memiliki perbedaan yang sangat banyak. Penerapan kebudayaan ini dapat menyebabkan permasalahan kesehatan. Hal ini disebabkan karena, penyebaran masalah kesehatan juga tergantung dari golongan etnik yang miliki. Yang dimaksud Golongan Etnik adalah Sekelompok manusia dalam suatu populasi yang memiliki kebiasaan hidup atau sifat biologis dan genetis yang sama.

Derajat kesehatan masyarakat kepulauan, atau lebih tepat masyarakat pulau-pulau kecil, khususnya pulau terpencil yang didiami oleh suku tertentu harus menjadi prioritas utama. Karena banyak sekali masalah kesehatan yang perlu diselesaikan untuk mengurangi angka kematian. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai masalah kesehatan yang ada di kepualaun yakni meliputi, penyakit menular (malaria HIV/AIDS, leptospirosis), penyakit infeksi special local, sanitasi dasar dan ketersediaan air bersih, dan penyakit non-infeksi.

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 MACAM-MACAM RAS YANG ADA DI DUNIA

Pengertian RAS

Kata “ras” berasal dari bahasa Prancis-Italia “razza” yang artinya pembedaan variasi penduduk berdasarkan tampilan fisik (bentuk dan warna rambut, warna mata, warna kulit, bentuk mata, dan bentuk tubuh. Umumnya ras dibagi menjadi 3: mongoloid, kaukasian dan negroid.

Selain itu pengertian ras kadangkala mengacu pada pemilikan perangai, pemilikan kualitas perangai/sikap kelompok tertentu, menyatakatan kehadiran penduduk dari geografis tertentu. Bisa juga ras mengacu pada tanda-tanda aktivitas sebuah kelompok yang mempunyai gagasan, ide dan cara berpikir tertentu. Ras juga sering dikaitkan dengan masalah keturunan, keluarga, klan dan hubungan kekeluargaan sebuah kelompok.

Tapi secara umum Ras adalah pengelompokan berdasarkan ciri biologis, bukan berdasarkan cirri-ciri sosiokultural. Dengan kata lain, ras berati segolongan penduduk suatu daerah yang mempunyai sifat-sifat keturunan tertentu berbeda dengan penduduk daerah lain. A.L. Krober membagi ras di dunia menjadi:

1. Ras Mongoloid (Berkulit Kuning), adalah ras manusia yang sebagian besar menetap di Asia Utara, Asia Timur, Asia Tenggara, Madagaskar di lepas pantai timur Afrika, beberapa bagian India Timur Laut, Eropa Utara, Amerika Utara, Amerika Selatan dan Oseania. Anggota ras Mongoloid biasa disebut “berkulit kuning”, namun ini tidak selalu benar. Misalkan orang Indian di Amerika dianggap berkulit merah dan orang Asia Tenggara seringkali berkulit coklat muda sampai coklat gelap.

Ciri khas utama anggota ras ini ialah rambut berwarna hitam yang lurus, bercak mongol pada saat lahir dan lipatan pada mata yang seringkali disebut mata sipit. Selain itu anggota ras manusia ini seringkali juga lebih kecil dan pendek daripada ras Kaukasoid. Contohnya penduduk asli wilayah Eropa, sebagian Afrika, dan Asia. Mereka bisa dibagi menjadi: Asiatic Mongoloid, Malayan Mongoloid, American Mongoloid.

2. Ras Negroid (Berkulit Hitam), adalah ras manusia yang terutama mendiami benua Afrika di sebelah selatan gurun sahara. Keturunan mereka banyak mendiami Amerika Utara, Amerika Selatan dan juga Eropa serta Timur Tengah.

Ciri khas utama anggota ras negroid ini ialah kulit yang berwarna hitam dan rambut keriting. Meski begitu anggota ras Khoisan dan ras Australoid, meski berkulit hitam dan berambut keriting tidaklah termasuk ras manusia ini. Contohnya yaitu penduduk asli wilayah Afrika dan sebagian Asia. Mereka bisa dibagi menjadi: African Negroid, Negrito, Melanesian

3. Ras Kaukasoid (Kulit Putih), adalah ras manusia yang sebagian besar menetap di Eropa, Afrika Utara, Timur Tengah, Pakistan, dan India Utara. Keturunan mereka juga menetap di Australia, Amerika Utara, sebagian dari Amerika Selatan, Afrika Selatan dan Selandia Baru.

Anggota ras Kaukasoid biasa disebut “berkulit putih”, namun ini tidak selalu benar. Oleh beberapa pakar misalkan orang Ethiopia dan orang Somalia dianggap termasuk ras Kaukasoid, meski mereka berambut keriting dan berkulit hitam, mirip dengan anggota ras Negroid. Namun mereka tengkoraknya lebih mirip tengkorak anggota ras Kaukasoid. Contohnya yaitu penduduk asli wilayah Eropa, sebagian Afrika, dan Asia. Mereka bisa dibagi menjadi: Nordic,Alpine, Mediteranian, Indic.


2.2 Persebaran ras di Indonesia

Persebaran ras di Indonesia sudah ada sejak zaman es. Pada zaman es wilayah Indonesia bagian barat masih bersatu dengan benua Asia sedangkan daerah bagian timur bersatu dengan benua Australia. Pada masa itu telah tersebar 2 ras di Indonesia, yaitu :

1. Ras Mongoloid

Ras ini berasal dari daerah Asia Tengah (Mongoloid). Pada zaman es ini ras mongoloid tersebar di daerah Indonesia bagian Barat meliputi pulau Sumatra, Jawa, dan Kalimantan. Dengan arus persebaran sebagai berikut: Dari Mongolia menuju ke daerah- daerah dia Asia Tenggara seperti Vietnam, Laos, Thailand, Malaysia, Singapura, baru menuju ke Indonesia bagian barat. Semua ditempuh melalui jalur darat sebab saat itu bagian barat Indonesia masih bersatu dengan benua Asia Tenggara. Pada perkembangan selanjutnya terbentuklah pulau-pulau di Indonesia bagian barat seperti Sumatra, Kalimantan dan Jawa, daratan yang menjadi lautan disebut paparan sunda.

2. Ras Austroloid

Ras ini berpusat di Australia dan menyebar ke Indonesia bagian Timur khususnya wilayah Papua/Irian Jaya. Persebaran ke daerah inipun dilakukan melalui darat sebab saat itu papua masih bersatu dengan benua Australia perkembangannya daratan yang menjadi lautan disebut paparan sahul.

Sementara itu daerah di zone Wallacea seperti Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku merupakan daerah penyaringan bagi migrasi manusia dan fauna dari paparan sunda ke paparan sahul maupun sebaliknya sehingga sangat terbatas sekali ras yang dapat masuk ke wilayah ini. Jadi awalnya ras nenek moyang bangsa Indonesia adalah ras Mongoloid dan ras Austroloid.

Perkembangan selanjutnya pada tahun 2000 SM mulai terjadi migrasi/ perpindahan ras dari berbagai daerah ke Indonesia, yaitu :

1. Migrasi pertama, Ras Negroid

Ciri dari ras berkulit hitam, bertubuh tinggi, dan berambut keriting. Ras ini datang ini dari Afrika. Di Indonesia ras ini sebagian besar mendiami daerah Papua. Keturunan ras ini terdapat di Riau (pedalaman) yaitu suku Siak (Sakai), sertasuku Papua melanesoid mendiami Pulau Papua dan Pulau Melanesia.

2. Migrasi kedua, Ras Weddoid

Ciri ras ini adalah berkulit hitam, bertubuh sedang, dan berambut keriting. Ras ini datang dari India bagian selatan. Keturunan ras ini mendiami kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara Timur (Kupang).

3. Migrasi Ketiga, Ras Melayu Tua (Proto Melayu)

Ciri ras ini adalah berkulit sawo matang, bertubuh tidak terlalu tinggi, dan berambut lurus. Ras ini termasuk dalam Ras Mongoloid (sub ras Malayan Mongoloid) berasal dari daerah Yunan (Asia Tengah) masuk ke Indonesia melalui Hindia Belakang (Vietnam)/ Indo Cina baru selanjutnya ke Indonesia. Di Indonesia Ras ini menyebar melalui 2 Jalur sesuai dengan jenis kebudayaan Neolithikum yang dibawanya, yaitu:

a. Jalur pertama, melalui jalur barat dan membawa kebudayaan berupa kapak persegi. Dengan menempuh jalur darat dari Yunan mereka menuju ke Semenanjung Melayu melalui Thailand selanjutnya menuju ke Sumatra, Jawa, Bali, ada pula yang menuju Kalimantan dan berakhir di Nusa Tenggara. Sehingga di daerah tersebut banyak ditemukan peninggalan berupa kapak persegi/ beliung persegi. Keturunan Proto Melayu yang melalui jalur ini adalah masyarakat/Suku Batak , Nias(Sumatra Utara), Mentawai (Sumatra Barat), Suku Dayak (Kalimantan), dan Suku Sasak (Lombok).

b. Jalur kedua, melalui jalur timur dan membawa kebudayaan berupa kapak lonjong. Dengan menempuh jalur laut dari Yunan (Teluk Tonkin) menyusuri Pantai Asia Timur menuju Taiwan, Filipina, kemudian ke daerah Sulawesi, Maluku, ke Irian selanjutnya sampai ke Australia. Peninggalan kapak lonjong banyak ditemukan di Papua. Keturunan Proto Melayuyang melalui jalur ini adalah suku Toraja (Sulawesi Selatan), Suku Papua (Irian), Suku Ambon, Ternate, Tidore (Maluku).

4. Migrasi Keempat, Ras Melayu Muda (Deutro Melayu)

Sekitar 500 SM datang migrasi dari ras Deutro Melayu dari daerah Teluk Tonkin, Vietnam selanjutnya mendesak keturunan ras Proto Melayu yang telah menetap lebih dahulu dan masuk Indonesia menyebar keberbagai daerah baik di pesisir pantai maupun pedalaman. Mereka masuk membawa kebudayaan yang relatif lebih maju yaitu kebudayaan logam terutama benda-benda dari Perunggu, seperti nekara, moko, kapak corong, dan perhiasan. Hasil kebudayaan ras ini sangat terpengaruh dengan kebudayaan asalnya dari Vietnam yaitu Budaya Dongson. Tampak dengan adanya kemiripan antara artefac perunggu di Indonesia dengan di Dongson.

Keturunan dari Deutro Melayu yaitu suku Minang (Sumatra barat), Suku Jawa, dan Suku Bugis (Sulawesi Selatan). Ras ini pada perkembangannya mampu melahirkan kebudayaan baru yang selanjutnya menjadi kebudayaan bangsa Indonesia sekarang.

Migrasi dari berbagai macam ras tersebut perkembangannya saling berbaur/bercampur hingga menghasilkan berbagai macam suku dengan beraneka ragam cirinya. Keanekaragaman tersebut disebabkan karena perbedaan keadaan alam (letak geografis, iklim), Makanan (nutrisi), dan terjadi perkawinan campur. Sehingga secara umum ciri fisik masyarakat Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Tinggi badan berkisar antara 135-180 cm,

b. Berat badan berkisar antara 30-75 kg,

c. Warna kulit berkisar antara kuning langsat dan coklat hitam,

d. Warna rambut antara coklat dan hitam,

e. Bentuk rambut antara lurus dan keriting.

2.3 Ras dan masalah kesehatan

Hasil Survei Cepat Papua tahun 2001 menunjukkan angka kematian ibu AKI di Propinsi Papua besarnya 750 sampai 1300 per 100.000 kelahiran hidup khusus Kabupaten Mimika sebesar 1.100 per 100.000 kelahiran hidup. Dari hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Mimika Jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh responden besarnya 745 orang dari sejumlah responden 204 orang. Ini berarti bahwa rata-rata responden pernah melahirkan 3-4 orang anak. Di antaranya anak yang masih hidup sebanyak 598 orang anak (80,2%), dan jumlah anak yang sudah meninggal saat penelitian dilaksanakan adalah sebanyak 147 orang (19,7%). Suku Kamoro lebih banyak mempunyai anak meninggal (20,9%) dibandingkan dengan Suku Amungme (18,1%) dan hampir separuh dari jumlah responden melakukan persalinan tanpa pertolongan petugas kesehatan sebanyak 97 orang.

Kabupaten Mimika adalah lokasi kontrak kerja perusahaan tambang emas dan tembaga terbesar yang mulai beroperasi di dataran tinggi puncak Eastberg dan Grassberg pegunungan bersalju sejak tahun 1967. Kehadiran PT Freeport Indonesia (PT FI) di Kabupaten Mimika mempunyai misi mensejahterakan penduduk asli dengan berbagai program kesehatan masyarakat yang gratis, memberi lapangan kerja, dan sebagainya. Pada mulanya program kesehatan masyarakat PT FI terfokus pada penyakit malaria dengan Malaria Control, namun kemudian berubah menjadi Public Health & Malaria Control. Dibangunnya rumah sakit dan klinik gratis untuk penduduk asli kadangkadang membuat iri penduduk pendatang.

Upaya-upaya pemerintah dan Public Health & Malaria Control Department PT FI belum berhasil menekan AKI penduduk asli, ini terlihat dari hanya 26% ibu-ibu melakukan persalinan dengan petugas kesehatan. Berbagai fenomena muncul dengan adanya pertambangan PT FI tersebut yaitu pertama memandang para pendatang yang membangun tersebut sebagai pembawa kemajuan, pembaharu serta produsen, kedua pendatang tersebut sebagai penghancur, perusak dan perampas. Sumber lain mengatakan bahwa Suku Amungme mempercayai penggalian batu tambang merupakan proses pembunuhan ibu kandung atau penghancuran tubuh mama, oleh karena itu banyak ibu-ibu yang mengalami kesulitan dalam persalinan sehingga bayi-bayi yang dilahirkan cacat dan mati. Mereka juga meyakini bahwa pertambangan itu membuat generasi muda terancam menderita berbagai macam penyakit pencernaan dan pernapasan.

Suku Amungme adalah penduduk asli suku gunung atau pedalaman yang terbanyak di Kabupaten Mimika, sedangkan Suku Kamoro adalah penduduk asli suku pantai yang terbanyak di Kabupaten Mimika. Meskipun sudah pindah atau dipindahkan ke pemukiman baru di Timika dan desa-desa baru sekitar Timika, kedua suku ini masih sulit bersatu dalam satu area dikarenakan perbedaan sejarah dan prinsip.

Bagi ibu yang melahirkan di rumah, persalinan dilakukan di kamar mandi, kamar tidur, bawah rumah dan bivak. Persalinan dilakukan sendiri tanpa pertolongan, dengan bantuan keluarga perempuan atau dukun, dilakukan dengan cara-cara yang membahayakan kesehatan ibu dan bayi. Perilaku ibu masih kuat didasari oleh beberapa tema budaya yang merugikan kesehatan ibu antara lain: menganggap urusan persalinan adalah sepenuhnya urusan kaum perempuan, peristiwa persalinan adalah sesuatu yang menjijikkan dan membawa penyakit berbahaya bagi laki-laki dan anak-anak, dan ibu yang meninggal waktu persalinan karena kutukan tuan tanah (teheta).

Ruangan yang digunakan untuk persalinan tidak memenuhi syarat dan tidak terjamin kebersihannya sehingga sangat memungkinkan terjadi komplikasi infeksi pada ibu dan bayi. Ibu mulai berada di dalam ruangan yang sempit dan lembab pada awal kala 2 sampai akhirkala 3 yaitu sekitar 40 menit sampai dengan dua jam. Luka-luka perdarahan yang terjadi dalam proses persalinan, sangat rentan untuk terjadinya infeksi pada ibu dan bayi. Rasa pasrah dan tidak waspada dikarenakan rendahnya tingkat pendidikan dan ekonomi, membuat mereka tetap memilih cara seperti itu.

Bahkan untuk persalinan yang tak terduga, sering terjadi di atas pasir di pinggir pantai atau di atas rumput di pinggir hutan lokasi meramu dengan beratapkan pohon, beralaskan rumput, dinding semak belukar. Ibu-ibu Suku Amungme yang melakukan persalinan di rumah dibantu oleh ibu kandung, ibumertua, tetangga, teman yang dianggap sudah berpengalaman, atau tanpa bantuan siapapun. Hal ini disebabkan budaya atau kebiasaan keluarga yang memberikan contoh sehingga tidak merasa takut lagi. Bahkan ada rasa malu bila tidak berani mengikuti cara itu, dan dapat dianggap melanggar budaya.

Suku Kamoro mempunyai dukun yang sudah dikenal baik, kekeluargaan, ramah, hangat, tidak formal, dan tidak perlu memikirkan pembayaran hanya saling pengertian. Pelayanan diberikan sampai kepada hal-hal yang bersifat pribadi dan spritual termasuk perawatan bayi dan obat-obatan. Keengganan mereka ditolong oleh bidan atau petugas kesehatan lain di rumah sakit, puskesmas, klinik, karena ada perasaan malu, segan, tegang, kesan dingin/kaku, takut dimarahi karena tidak punya uang, dan bidan tidak merawat bayi.

Pada penanganan proses persalinan, setelah ari-ari keluar, tali pusat dipotong dengan sebuah silet baru yang sudah disiapkan sebelumnya. Ada yang membiarkan tali pusat begitu saja tanpa diikat, dan ada juga yang menutup ujung tali pusat dengan ubi yang baru dibakar, abu panas, bedak talk, dan daun-daunan yang dipanaskan. Untuk persalinan tidak terduga, tali pusat dipotong dengan pisau yang mereka bawa atau dengan tangkai daun sagu dan diikat dengan tali akar-akar kayu. Cara ini tidak jauh berbeda dengan ibu-ibu Suku Bgu di Pantai Utara Papua yaitu memotong tali pusat bayi dengan pisau yang dibuat dari gaba-gaba (tangkai daun sagu).

Kematian ibu bersalin banyak terjadi pada kelompok miskin, tidak berpendidikan, di tempat terpencil, tidak memiliki kendali untuk memperjuangkan kehidupannya sendiri, sehingga kematiannya terabaikan, dan tidak mendapat perhatian selayaknya dari berbagai pihak. Beberapa daerah lain di Indonesia juga masih mempunyai kepercayaan bahwa ibu yang meninggal dalam persalinan dapat meninggalkan sesuatu yang mengerikan bagi orang-orang yang masih hidup misalnya menjadi kuntilanak seperti di Bali. Di Papua penduduk mempercayai roh ibu yang meninggal dapat menunggui pohon-pohon yang ada di sekitar rumah keluarganya, kalau roh itu marah karena ada tradisi yang dilanggar maka sewaktuwaktu dapat mencelakai orang lain atau keluarganya sendiri.

Perilaku masyarakat yang sudah berakar dari tradisi atau budaya bukanlah hal yang mudah dan akan memakan waktu yang lama untuk merubahnya. Kebudayaan merupakan suatu keseluruhan yang meliputi pengetahuan, sikap, perilaku, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat-istiadat, tradisi, kemampuan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari, dimiliki, diwarisi oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Budaya merupakan jati diri dari sebuah bangsa dan budaya juga merupakan alasan kuat untuk beradaptasi dalam meraih kesuksesan. Namun jika budaya bersifat absolut maka nilainya sebagai pembimbing akan merosot dan menghalangi kemajuan. Ahli waris kebudayaan dituntut keberaniannya mengadakan perubahan bila sudah tidak sesuai lagi.

Dari uraian tentang perilaku penanganan proses persalinan, diidentifikasi beberapa tema budaya yang menjadi akar perilaku, yaitu :

a. Tema budaya pertama, penduduk menganggap bahwa persalinan adalah peristiwa alami, urusan perempuan dan tidak perlu dibesar-besarkan. Laki-laki tidak perlu ikut campur memikirkan atau membantu persalinan istrinya karena itu sudah kodrat perempuan. Darah dan kotoran persalinan dapat menimbulkan penyakit yang mengerikan bagi laki-laki dan anak-anak, karena itu harus dijauhkan atau disembunyikan, kepercayaan merugikan kesehatannya.

b. Tema budaya kedua, penduduk menganggap tabu perempuan membuka aurat/paha di depan orang yang belum dikenal baik itu laki-laki maupun perempuan. Kepercayaan ini makin memperkuat ibuibu untuk tidak berani meminta melakukan persalinan di rumah sakit, klinik, puskesmas meskipun jaraknya dekat dan tidak membayar. Ibu khawatir disalahartikan mau melanggar tradisi, mau memanjakan diri makan tidur sementara di rumah tidak ada yang mengurus makanan bagi keluarga.

c. Tema budaya ketiga, penduduk meyakini bahwa asap kayu bakar membawa kekuatan bagi orang yang sakit atau lemah termasuk ibu yang sedang melahirkan. Suami dapat membantu dalam proses persalinan istrinya dengan menghidupkan dan menjaga kayu bakar apinya selalu hidup tidak jauh dari tempat persalinan sehingga asapnya bertiup mengarah ke tempat ibu dan bayi. Keyakinan ini secara fisik merugikan kesehatan ibu dan bayi terjadi sesak nafas dan infeksi saluran pernafasan.

d. Tema budaya keempat, ibu-ibu Suku Kamoro mengangap dukun sebagai pewaris oto (pengobat) ditentukan oleh roh leluhur. Dukun dianggap tokoh masyarakat dan tidak pernah dituntut atas perbuatannya walaupun ibu dan bayi meninggal ditangannya. Bahkan ibu meninggal yang dianggap salah karena perilaku yang melanggar tradisi semasa hamil. Kepercayaan mutlak terhadap dukun dapat menimbulkan kerugian bagi kesehatan ibu, tetapi dukun juga dapat dijadikan potensi bila dukun tersebut ditingkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam memelihara kesehatan ibu.

e. Tema budaya kelima, adanya larangan bagi ibu untuk mandi sebelum diadakan pesta kerabat yang biasanya 1-2 minggu setelah persalinan. Dalam kesempatan itu ibu boleh mandi sendiri atau dimandikan ibu-ibu lain sambil bernyanyi beramairamai.( 11) Setelah itu diberikan kebebasan bagi ibu untuk melakukan hubungan seks dengan suami. Selama belum dipestakan, suami dilarang makan minum dan tidur di rumah, harus di rumah keluarga yang lain atau rumah tetangga. Akibat negatif bagi kesehatan ibu dari larangan mandi ini yaitu timbul berbagai penyakit infeksi yang dapat menular kepada bayinya. Untuk hubungan seksual 1-2 minggu setelah persalinan dapat menyebabkan kerusakan dan infeksi alat kelamin ibu karena pemulihan tubuhnya belum sempurna.

BAB 3. PENUTUP

Orang Papua yang terdiri dari keaneka ragaman kebudayaan memiliki pengetahuan tentang mengatasi berbagai masalah kesehatan yang secara turun temurun diwariskan dari generasi ke genarasi berikutnya. Nampaknya pengetahuan tentang mengatasi masalah kesehatan pada orang Papua yang berada di daerah pedesaan lebih cenderung menggunakan pendekatan tradisional karena faktor-faktor kebiasaan, lebih percaya pada kebiasaan leluhur mereka, dekat dengan praktisi langsung seperti dukun, lebih dekat dengan kerabat yang berpengalaman mengatasi masalah kesehatan secara tradisional, mudah dijangkau, dan pengetahuan penduduk yang masih berorientasi tradisional.

Sebagian besar orang Papua di daerah pedesaan lebih menekankan gejala penyakit disebabkan oleh faktor supernatural atau adanya intervensi dari kekuatan gaib, roh jahat, suanggi, yang semuanya dapat diatasi kembali dengan sistem pengobatan secara tradisional pula. Namun demikian bagi orang Papua yang berada di daerah perkotaan sudah dapat mengkombinasikan pengetahuan moderen dalam menangani masalah kesehatan mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Budaya persalinan suku amungme dan suku kamoro di papua. Qomariah Alwi, Lannywati Ghani dan Delima. Badan Penelitian Kesehatan dan Pengembangan Departemen Kesehatan R.I.

http://couplax21.blogspot.com/2011/04/persebaran-ras-di-indonesia.html

http://uniksertaaneh.blogspot.com/2011/04/asal-usul-persebaran-ras-di indonesia.html

http://www.anneahira.com/asal-usul-dan-persebaran-manusia-di-kepulauan indonesia.htm






Tidak ada komentar:

Posting Komentar